Bubur Suro, Kuliner Khas Tahun Baru Islam

Indonesia adalah surganya kuliner, begitu banyak sajian kuliner enak yang bisa ditemukan di Indonesia. Tidak hanya itu, bahkan saat ini, sudah banyak blog dan vlog tentang kuliner Indonsia yang dibahas oleh blogger dan vlogger luar negeri, hal ini disebabkan karena daya tarik kuliner Indonesia yang begitu mempesona. Diantara sajian kuliner tersebut bahkan ada yang berhubungan dengan hari atau perayaan umat Muslim yang juga sangat berhubungan dengan budaya khas Jawa, salah satunya adalah Bubur Suro, kuliner khas Tahun Baru Islam.

Bubur Suro
 Bubur Suro

Bagi para pecinta kuliner dan juga yang merayakan Tahun Baru Islam, maka sajian Bubur Suro ini selalu ditunggu-tunggu. Masyarakat Jawa pada khususnya selalu menghadirkan sajian Bubur Suro pada malam menjelang datangnya 1 Suro tersebut. Satu Suro ini merupakan hari pertama dalam penanggalan Jawa yaitu Bulan Sura atau Suro. Dan satu Suro ini bertepatan dengan tanggal 1 Muharram dalam penanggalan atau kalender Hijriyah atau Tahun Baru Islam.

Asal Usul Bubur Suro

Bubur Asyura atau yang lebih dikenal dengan Bubur Suro ini ternyata tidak hnya menjadi tradisi, namun juga memiliki sarat makna. Bubur ini adalah bentuk ungkapan rasa syukur atas keselamatan yang telah diberikan Alloh SWT.

Bubur Suro sendiri berasal dari kata Asyuro, yang merupakan bubur yang dibuat dari bahan bibi-bijian, mulai dari beras putih, kacang hijau , beras merah dan beberapa jenis biji-bijian yang dimasak menjadi bubur, yang kemudian dinikmati bersama keluarga, dan juga dibagikan kepada anak-anak yatim dan orang yang tidak mampu, dan juga mereka yang sedang tidak melaksanakan puasa atau bisa dimakan saat berbuka puasa.

Baca juga: Lezatnya Nasi Kabsah di Indonesia.

Berdasarkan berbagai referensi , maka tradisi membuat bubur Suro dalam berbagai kitab klasik juga mirip dengan yang dilakukan Nabi Nuh dan kaumnya. Hal ini bisa dilihat dalam Kitab I’anah Thalibin yang merupakan karya dari Abu Bakr Syata al-Dimyaitu pada juz 2/267, yang disebutkan sebagai berikut:

قَوْلُهُ: وَأَخْرَجَ نُوْحًا مِنَ السَّفِيْنَةِ وَذَلِكَ أَنَّ نُوْحًا - عَلَيْهِ السَّلَامُ - لَمَّا نَزَلَ مِنَ السَّفِيْنَةِ هُوَ وَمَنْ مَعَهُ: شَكَوْا اَلْجُوْعَ، وَقَدْ فَرَغَتْ أَزْوَادُهُمْ فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَأْتُوْا بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ، فَجَاءَ هَذَا بِكَفِّ حِنْطَةٍ، وَهَذَا بِكَفِّ عَدَسٍ، وَهَذَا بِكَفِّ فُوْلٍ، وَهَذَا بِكَفِّ حِمَّصٍ إِلَى أَنْ بَلَغَتْ سَبْعَ حُبُوْبٍ - وَكَانَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ - فَسَمَّى نُوْحٌ عَلَيْهَا وَطَبَخَهَا لَهُمْ، فَأَكَلُوْا جَمِيْعًا وَشَبِعُوْا، بِبَرَكَاتِ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ

Yang artinya: Allah mengeluarkan Nabi Nuh dari perahu. Kisahnya sebagai berikut: sesungguhnya Nabi Nuh ketika berlabuh dan turun dari kapal, beliau bersama orang-orang yang menyertainya, mereka merasa lapar sedangkan perbekalan mereka sudah habis. Lalu Nabi Nuh memerintahkan pengikutnya untuk mengumpulkan sisa-sisa perbekalan mereka. Maka, secara serentak mereka mengumpulkan sisa-sisa perbekalannya; ada yang membawa dua genggam biji gandum, ada yang membawa biji adas, ada yang membawa biji kacang ful,ada yang membawa biji himmash (kacang putih), sehingga terkumpul 7 (tujuh) macam biji-bijian. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Asyura. Selanjutnya Nabi Nuh membaca basmalah pada biji-bijian yang sudah terkumpul itu, lalu beliau memasaknya, setelah matang mereka menyantapnya bersama-sama sehingga semuanya kenyang dengan lantaran berkah Nabi Nuh.

Filosofi Bubur Suro

Tanggal 1 Suro menjadi hari atau tanggal yang diperingati Masyarakt Jawa yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Begitu pula dengan Bubur Suro yang menjadi lambang perayaan Tahun Baru Islam  yang harus dibaca, dilihat dan juga ditafsirkan sebagai alat (atau dalam Bahasa Jawa disebut dengan uba rampe) untuk memaknai 1 Suro atau tahun baru yang akan datang.

Bubur Suro memiliki cita rasa yang gurih dengan sedikit rasa pedas, yang dibuat dari beras, santan, jahe, garam dan juga sereh. Bubur Suro biasanya disajikan dengan lauk berupa opor dan sambal goreng labu siam dengan kuah encer dan pedas.

Filosofi Bubur Suro
Bubur Suro dengan berbagai uba rampenya

Dalam penyajiannya, biasanya di atas bubur juga ditaburi sedikit serpihan jeruk bali atau bulir buah delima. Ada pula tujuh jenis kacang, seperti kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo dan juga kacang bogor. Sebagian kacang tersebut ada yang digoreng dan ada pula yang direbus.

Sebagai uba rampe, biasanya Bubur Suro juga disajikan dengan uba rampe lain, seperti sirih lengkap. Kembang mayang dan juga buah-buahan.

Sirih lengkap ini melambangkan asal usul dan juga penghormatan kepada orang tua dan para leluhur, khususnya yang sudah meninggal dan mendahului kita.

Sedangkan angka tujuh yang ada pada bunga dan kacang-kacangan melambangkan jumlah hari dalam seminggu, yang memiliki makna, dalam hidup sehari, kita harus memiliki tekad dan keberanian untuk bertindak yang dilambangkan dengan mawar merah. Namun, tindakan tersebut harus dilandasi dengan niat yang bersih dan benar yang dilambangkan dengan mawar putih.

Itu dia sedikti informasi “Bubur Suro, kuliner khas Tahun Baru Islam”. Semoga dengan hadirnya  Bubur Suro dan uba rampe tersebut bisa menjadi alat bantu untuk memudahkan proses refleksi dan resolusi yang harus dilakukan.

Belum ada Komentar untuk "Bubur Suro, Kuliner Khas Tahun Baru Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel